Selasa, 27 Maret 2012

ALIRAN HUKUM ALAM


ALIRAN HUKUM ALAM

A. Aliran hukum alam :

1. Di zaman Yunani

Pada abad 5 SM orang Yunani masih primitif, hukum dipandang sebagai keharusan alamiah ( nomos ), baik alam semesta maupun manusia.

Socrates abad 4 SM mulai sadar bahwa bahwa peran manusia dalam membentuk hukum.

Socrates menuntut supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi manusia.

Plato & Aristoteles mulai mempertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus menjadi alat untuk mencapai tujuan hukum, walaupun mereka tetap taat pada tuntutan alam, sehingga dikenal dengan aliran “hukum alam.”

Menurut Plato ( 427 – 347 SM ) :
Dalam bukunya Politeia
melukiskan model negara yang adil. Negara harus diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya supaya adil.
Dalam bukunya Nomio:
mengatakan petunjuk bagi dibentuknya suatu tata hukum yang membawa orang-orang kepada kesempurnaan, yaitu peraturan yang berlaku supaya ditulis dalam suatu buku perundang-undangan, jika tidak penyelewengan hukum sulit dihindari.

Aristoteles ( 348 -322 SM ) :

Dalam bukunya Politics berpendapat
manusia menurut wujudnya merupakan makhluk polis ( zoon politicon ), oleh karenanya setiap warga polis harus ikut serta dalam kegiatan politik.

Setiap orang harus taat pada hukum polis, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Hukum harus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
hukum alam atau kodrat yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam selalu berlaku dan tidak pernah berubah.
Hukum positif, yaitu hukum yang dibuat oleh manusia.

2. Di zaman Romawi

– Pada abad 8 SM, peraturan peraturan Romawi hanya berlaku di kota Roma, kemudian berangsur-angsur berlaku secara universal yang disebut ius gentium , yaitu hukum yang diterima oleh semua bangsa sebagai dasar suatu kehidupan bersama yang beradab.

– Selaras dengan perkembangan tersebut diciptakan suatu ilmu hukum seperti : Cicero, Gaius, Ulpianus dsb.

– Filsafat hukum yang menerangkan dan mendasari sistem hukum hanya bersifat idiil, yakni apa yang dianggap penting oleh para tokoh politik dan yuridis, bukan hukum yang telah ditentukan, melainkan yang dicita-citakan sebagai ius.

– Cicero ( 105 – 43 SM ) mengajarkan : konsep a true law (hukum yang benar) yang disesuaikan dengan right reason ( penalaran yang benar ), sesuai dengan alam.

– Hukum apapun harus bersumber dari true law tersebut.

- Gasius membedakan antara : ius civil dan ius gentium.
Ius civil :
adalah hukum yang bersifat khusus pada suatu negara tertentu. Ius gentium:
adalah hukum yang berlaku universal yang bersumber pada akal pemikiran manusia.

Plato
Dalam bukunya “ Republic “
pemikirannya menganut pandangan bahwa negara seyogyanya dipimpin oleh cendekiawan, yang bebas dan tidak terikat hukum positif, tetapi terikat dengan keadilan.

Dalam bukunya “ The Law “
pemikirannya berubah, dan mengemukakan bahwa negara diperintah oleh orang bebas dan cendekia.
Negara harus menyelenggarakan keadilan berdasarkan kaidah kaidah hukum yang tertulis.
Hukum alam harus tunduk pada hukum positif dan otoritas negara.


Aristoteles murid Plato :

menyumbangkan pemikirannya terhadap teori hukum antara lain :

a. Formulasi tentang problem esensial dari keadilan.

b. Formulasi tentang perbedaan antara keadilan yang abstrak dengan equity.

c. uraian tentang perbedaan keadilan hukum dan keadilan alamiah (seperti hukum positif dan hukum alam ).

Formulasi keadilan Aristoteles :

1. Keadilan distributif : keadilan yang memberikan setiap orang berdasarkan profesinya atau jasanya. Pembagian barang dan kehormatan disesuaikan dengan statusnya dalam masyarakat. Keadilan distributif menghendaki agar orang-orang yang mempunyai kedudukan sama diperlakukan sama dihadapan hukum.

2. Keadilan komutatif : keadilan yang memberikan hak kepada seseorang berdasarkan statusnya sebagai manusia.
3. Keadilan remedial : yaitu menetapkan kreteria dalam melaksanakan hukum sehari-hari, yaitu harus ada standar umum untuk memulihkan akibat tindakan yang dilakukan orang dalam hubungannya satu sama lain.

Sanksi pidana dikenakan pada seseorang untuk memulihkan kesalahan yang telah dilakukan.

Kerugian diberikan fungsinya untuk memulihkan kesalahan perdata.


Zeno ( 320 – 250 SM ) Pemikir aliran Stoa mengemukakan :

a. Alam ini diperintah oleh pikiran yang rasional.

b. Kerasionalan alam dicerminkan oleh seluruh manusia yang dengan kekuatan penalarannya memungkinkan menciptakan suatu natural life yang didasarkan pada resonable living.

c. Hukum alam dapat diidentikkan dengan moralitas tertinggi.

d. Basis hukum adalah Aturan Tuhan dan keadaan manusiawi.

e. Penalaran manusia dimaksudkan agar ia dapat membedakan yang benar dari yang salah dan hukum yang didasarkan pada konsep-konsep manusia tentang hak dan kewajiban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar